Thursday, January 6, 2011

seikat syair wedhatama

Bonggan kang tan merlokena
Mungguh ugering aurip
Uripe lan tri prakara
Wirya - Arta tri Winasis
Kalamun kongsi sepi
Saka wilangan tetelu
Telas tilasing janma
Aji godhong jati aking
Temah papa, papariman ngulandara
[Salah sendiri bagi yang tak memerlukan,
(bahwa) pokok dari kehidupan itu,
hidupnya atas tiga perkara,
Wirya - Arta ketiganya Winasis
Jika sampai tidak punya ketiganya
hilang sudah jejak seorang manusia
lebih berharga daun jati kering
Maka akan hidup sengsara selamanya
terlunta-lunta)


Ya, Wirya adalah terhormat, bermartabat karena telah berguna bagi masyarakatnya, pantas menjadi suri tauladan dan jadi seorang pemimpin. Orang wirya dihormati dan dihargai. Arta (sering juga disebut Kerta) adalah berkecukupan dalam hal harta kepemilikan. Jaman sekarang *arta* menjadi sepadan dengan uang atau dana. Winasis adalah terpelajar. Intelektual yang arif bijaksana. Maka wajar kalau sampai seseorang tanpa ketiganya, ibaratnya lebih berharga daun jati kering yang (jaman itu) dapat dijadika bungkus tempe...;p. Lha kalau ornag, buat bungkus apa? Ah ternyata dalam wedhatama, yang konon adalah kritik terselubung dari Wulangreh, ter-kandung semangat kewiraswastaan. Apalagi dalam salah satu pupuh pucungnya sebagai berikut:
Ngelmu iku
Kalakone kanthi laku
Lekase lawan khas
Tegese khas nyantosani
Setya budya pangekesing durangkara
(Pengetahuan itu bermanfaat bila dilaksanakan
mulainya dengan semangat (antusias)
yang maksudnya memperkuat
niat dan usaha untuk "membungkam" nafsu angkara)

Ya pengetahuan tanpa pelaksanaan adalah perbuatan orang bodoh, kata Bapak Manajemen Peter Drukker (1985). Pikiran baik tanpa realisasi dan implementasi tinggalah sebagai ide-ide saja. Seperti konsep dan sketsa helikopter, kapal selam dan mesin penempa otomatis buatan Leonardo Davinci.....

Bahwa ada semangat yang berlawanan dengan yang dipersepsikan banyak orang sekarang.

Nuwun,
denggleng@yahoo.com









No comments:

Post a Comment